Senin, 21 Juni 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 ( TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 42 TAHUN 2006 (

TENTANG

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

TENTANG WAKAF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41,

Pasal 46, Pasal 66, dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,

perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4459)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR

41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta

benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syariah.

2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak Wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan

kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan

dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

5. Mauquf alaih adalah pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda

wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.

6. Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat AIW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk

mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda

wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.

7. Sertifikat Wakaf Uang adalah surat bukti yang dikeluarkan oleh Lembaga Keuangan Syariah

kepada Wakif dan Nazhir tentang penyerahan wakaf uang

8. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, yang selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang

yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat Akta Ikrar Wakaf.

9. Lembaga Keuangan Syariah, yang selanjutnya disingkat LKS adalah badan hukum Indonesia yang

bergerak di bidang keuangan Syariah.

10. Bank Syariah adalah Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dari Bank Umum konvensional serta

Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

11. Badan Wakaf Indonesia, yang selanjutnya disingkat BWI, adalah lembaga independen dalam

pelaksanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.

12. Kepala Kantor Urusan Agama yang selanjutnya disingkat dengan Kepala KUA adalah pejabat

Departemen Agama yang membidangi urusan agama Islam di tingkat kecamatan.

13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

BAB II

NAZHIR

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 2

Nazhir meliputi:

a. perseorangan;

b. organisasi; atau

c. badan hukum.

Pasal 3

(1) Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Nazhir untuk kepentingan pihak yang dimaksud

dalam AIW sesuai dengan peruntukannya.

(2) Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir tidak membuktikan kepemilikan Nazhir atas

harta benda wakaf.

(3) Penggantian Nazhir tidak mengakibatkan peralihan harta benda wakaf yang bersangkutan.

Bagian Kedua

Nazhir Perseorangan

Pasal 4

(1) Nazhir perseorangan ditunjuk oleh Wakif dengan memenuhi persyaratan menurut undang-undang.

(2) Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui

Kantor Urusan Agama setempat.

(3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama,

atau perwakilan Badan Wakaf Indonesia di provinsi/kabupaten/kota.

(4) BWI menerbitkan tanda bukti pendaftaran Nazhir.

(5) Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga)

orang, dan salah seorang diangkat menjadi ketua.

(6) Salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus bertempat tinggal

di kecamatan tempat benda wakaf berada.

Pasal 5

(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berhenti dari kedudukannya apabila:

a. meninggal dunia;

b. berhalangan tetap;

c. mengundurkan diri; atau

d. diberhentikan oleh BWI.

(2) Berhentinya salah seorang Nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

mengakibatkan berhentinya Nazhir perseorangan lainnya.

Pasal 6

(1) Apabila diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5, maka Nazhir yang ada harus melaporkan ke Kantor Urusan Agama untuk selanjutnya

diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berhentinya Nazhir

perseorangan, yang kemudian pengganti Nazhir tersebut akan ditetapkan oleh BWI.

(2) Dalam hal diantara Nazhir perseorangan berhenti dari kedudukannya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 untuk wakaf dalam jangka waktu terbatas dan wakaf dalam jangka waktu tidak

terbatas, maka Nazhir yang ada memberitahukan kepada Wakif atau ahli waris Wakif apabila Wakif

sudah meninggal dunia.

(3) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat, laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan Nazhir melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau

perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.

(4) Apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya

maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak

mengusulkan kepada BWl untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir.

Bagian Ketiga

Nazhir Organisasi

Pasal 7

(1) Nazhir organisasi wajib didaftarkan pada Menteri dan BWl melalui Kantor Urusan Agama setempat.

(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama,

atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.

(3) Nazhir organisasi merupakan organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,

kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. pengurus organisasi harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;

b. salah seorang pengurus organisasi harus berdomisili di kabupaten/kota letak benda wakaf

berada;

c. memiliki:

1. salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar;

2. daftar susunan pengurus;

3. anggaran rumah tangga;

4. program kerja dalam pengembangan wakaf;

5. daftar kekayaan yang berasal dari harta wakaf yang terpisah dari kekayaan lain

atau yang merupakan kekayaan organisasi; dan

6. surat pernyataan bersedia untuk diaudit.

(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf I dilampirkan pada permohonan

pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(5) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum penandatanganan AIW

Pasal 8

(1) Nazhir organisasi bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar organisasi

yang bersangkutan.

(2) Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri,

berhalangan tetap danjatau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir, maka Nazhir yang

bersangkutan harus diganti.

Pasal 9

(1) Nazhir perwakilan daerah dari suatu organisasi yang tidak melaksanakan tugas danjatau

melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai

dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat organisasi bersangkutan

wajib menyelesaikannya baik diminta atau tidak oleh BWI.

(2) Dalam hal pengurus pusat organisasi tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), maka Nazhir organisasi dapat diberhentikan dan diganti hak kenazhirannya oleh BWI

dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.

(3) Apabila Nazhir organisasi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan

tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya

berhak mengusulkan kepada aWL untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir .

Pasal 10

Apabila salah seorang Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi meninggal, mengundurkan diri,

berhalangan tetap dan/atau dibatalkan kedudukannya sebagai Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), maka organisasi yang bersangkutan harus melaporkan

kepada KUA untuk selanjutnya diteruskan kepada BWI paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kejadian

tersebut.

Bagian Keempat

Nazhir Badan Hukum

Pasal 11

(1) Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama

setempat.

(2) Dalam hal tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

pendaftaran Nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama,

atau perwakilan BWI di provinsi/kabupaten/kota.

(3) Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

memenuhi persyaratan:

a. badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan

atau keagamaan Islam;

b. pengurus badan hukum harus memenuhi persyaratan Nazhir perseorangan;

c. salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf

berada;

d. memiliki:

1. salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang

telah disahkan oleh instansi berwenang;

2. daftar susunan pengurus;

3. anggaran rumah tangga;

4. program kerja dalam pengembangan wakaf;

5. daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang

merupakan kekayaan badan hukum; dan

6. surat pernyataan bersedia untuk diaudit.

(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilampirkan pada permohonan

pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12

(1) Nazhir perwakilan daerah dari suatu badan hukum yang tidak melaksanakan tugas dan/atau

melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai

dengan peruntukan yang tercantum dalam AIW, maka pengurus pusat badan hukum bersangkutan

wajib menyelesaikannya, baik diminta atau tidak oleh BWI.

(2) Dalam hal pengurus pusat badan hukum tidak dapat menjalankan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), maka Nazhir badan hukum dapat diberhentikan dan diganti hak

kenazhirannya oleh BWI dengan memperhatikan saran dan pertimbangan MUI setempat.

(3) Apabila Nazhir badan hukum dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak AIW dibuat tidak

melaksanakan tugasnya, maka Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau

ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir .

Bagian Kelima

Tugas dan Masa Bakti Nazhir

Pasal 13

(1) Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 11 wajib mengadministrasikan,

mengelola mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.

(2) Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri dan BWI mengenai kegiatan

perwakafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 14

(1) Masa bakti Nazhir adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.

(2) Pengangkatan kembali Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh BWI, apabila

yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam periode sebelumnya sesuai

ketentuan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.

BAB III

JENIS HARTA BENDA WAKAF, AKTA IKRAR WAKAF

DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF

Bagian Kesatu

Jenis Harta Benda Wakaf

Pasal 15

Jenis harta benda wakaf meliputi:

a. benda tidak bergerak;

b. benda bergerak selain uang; dan

c. benda bergerak berupa uang.

Paragraf 1

Benda Tidak Bergerak

Pasal 16

Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi :

a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan baik yang sudah maupun

yang belum terdaftar;

b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syariah dan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 17

(1) Hak atas tanah yang dapat diwakafkan terdiri dari:

a. hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;

b. hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara;

c. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik wajib mendapat

izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;

d. hak milik atas satuan rumah susun.

(2) Apabila wakaf sebagajmana dimaksud pada ayat (1) huruf c dimaksudkan sebagai wakaf untuk

selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik.

(3) Hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dimiliki atau dikuasai

oleh Wakif secara sah serta bebas dari segala sitaan, perkara sengketa, dan tidak dijaminkan.

Pasal 18

(1) Benda wakaf tidak bergerak berupa tanah hanya dapat diwakafkan untuk jangka waktu

selama-lamanya kecuali wakaf hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)

huruf c.

(2) Benda wakaf tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwakafkan beserta

bangunan dan atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.

(3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diperoleh dari instansi pemerintah,

pemerintah daerah BUMN/BUMD, dan pemerintah desa atau sebutan lain yang setingkat dengan

itu wajib mendapat izin dan pejabat yang berwenang sesuai Peraturan Perundang undangan.

Paragraf 2

Benda Bergerak Selain Uang

Pasal 19

(1) Benda digolongkan sebagai benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau

dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang.

(2) Benda bergerak terbagi dalam benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat

dihabiskan karena pemakaian.

(3) Benda bergerak yang dapat dihabiskan karena pemakaian tidak dapat diwakafkan, kecuali air dan

bahan bakar minyak yang persediaannya berkelanjutan.

(4) Benda bergerak yang tidak dapat dihabiskan karena pemakaian dapat diwakafkan dengan

memperhatikan ketentuan prinsip syariah.

Pasal 20

Benda bergerak karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi:

a. kapal;

b. pesawat terbang;

c. kendanaan bermotor;

d. mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan;

e. logam dan batu mulia; dan/atau

f. benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka

panjang.

Pasal 21

Benda bergerak selain uang karena Peraturan Perundang undangan yang dapat diwakafkan sepanjang

tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai berikut:

a. surat berharga yang berupa:

1. saham;

2. Surat Utang Negara;

3. obligasi pada umumnya; dan atau

4. surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang.

b. Hak Atas Kekayaan lntelektual yang berupa:

1. hak cipta;

2. hak merk;

3. hak paten;

4. hak desain industri;

5. hak rahasia dagang;

6. hak sirkuit terpadu;

7. hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau

8. hak lainnya.

c.hak atas benda bergerak lainnya yang berupa:

1. hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau

2. perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak.

Paragraf 3

Benda Bergerak Berupa Uang

Pasal 22

(1) Wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.

(2) Dalam hal uang yang akan diwakafkan masih dalam mata uang asing, maka harus dikonversi

terlebih dahulu ke dalam rupiah.

(3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya diwajibkan untuk:

a. hadir di Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) untuk

menyatakan kehendak wakaf uangnya,

b. menjelaskan kepemilikan dan asal-usul uang yang akan diwakafkan;

c. menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke LKS-PWU

d. mengisi formulir pernyataan kehendak Wakif yang berfungsi sebagai AIW.

(4) Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, maka Wakif dapat

menunjuk wakil atau kuasanya.

(5) Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada Nazhir di hadapan

PPAIW yang selanjutnya Nazhir menyerahkan AIW tersebut kepada LKS-PWU.

Pasal 23

Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagai

LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).

Pasal 24

(1) LKS yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 atas dasar saran dan

pertimbangan dari BWI.

(2) BWI memberikan saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah

mempertimbangkan saran instansi terkait.

(3) Saran dan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada LKS-PWU

yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri;

b. melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum;

c. memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia;

d. bergerak di bidang keuangan syariah; dan

e. memiliki fungsi menerima titipan (wadi'ah).

(4) BWI wajib memberikan pertimbangan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja

setelah LKS memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(5) Setelah menerima saran dan pertimbangan BWI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri

paling lambat 7 (tujuh) hari kerja menunjuk LKS atau menolak permohonan dimaksud.

Pasal 25

LKS-PWU bertugas:

a. mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS Penerima Wakaf Uang;

b. menyediakan blangko Sertifikat Wakaf Uang;

c. menerima secara tunai wakaf uang dari Wakif atas nama Nazhir;

d. menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi'ah) atas nama Nazhir yang ditunjuk

Wakif;

e. menerima pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan secara tertulis dalam formulir pernyataan

kehendak Wakif;

f. menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada Wakif dan

menyerahkan tembusan sertifikat kepada Nazhir yang ditunjuk oleh Wakif; dan

g. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri atas nama Nazhir.

Pasal 26

Sertifikat Wakaf Uang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai:

a. nama LKS Penerima Wakaf Uang;

b. nama Wakif;

c. alamat Wakif;

d. jumlah wakaf uang;

e. peruntukan wakaf;

f. jangka waktu wakaf;

g. nama Nazhir yang dipilih;

h. alamat Nazhir yang dipilih; dan

i. tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Wakaf Uang.

Pasal 27

Dalam hal Wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu maka

pada saat jangka waktu tersebut berakhir, Nazhir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada

Wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS-PWU.

Bagian Kedua

Akta Ikrar Wakaf (AIW)

dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW)

Paragraf 1

Pembuatan Akta Ikrar Wakaf

Pasal 28

Pembuatan AIW benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak

atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.

Pasal 29

Pembuatan AIW benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 21 wajib

memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang.

Pasal 30

(1) Pernyataan kehendak Wakif dituangkan dalam bentuk AIW sesuai dengan jenis harta benda yang

diwakafkan diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Nazhir, Mauquf alaih, dan

sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

(2) Kehadiran Nazhir dan Mauquf alaih dalam Majeiis Ikrar Wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa

uang dapat dinyatakan dengan surat pernyataan Nazhir dan/atau Mauquf alaih

(3) Dalam hal Mauquf alaih adalah masyarakat luas (publik) maka kehadiran Mauquf alaih dalam

Majelis Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan.

(4) Pernyataan kehendak Wakif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dalam bentuk

wakaf-khairi atau wakaf-ahli

(5) Wakaf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat diperuntukkan bagi kesejahteraan umum sesama

kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan Wakif.

(6) Dalam hal sesama kerabat dari wakaf ahli telah punah, maka wakaf ahli karena hukum beralih

statusnya menjadi wakaf khairi yang peruntukannya ditetapkan oleh Menteri berdasarkan

pertimbangan BWI.

Pasal 31

Dalam hal perbuatan wakaf belum dituangkan dalam AIW sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui

berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta AIW tidak mungkin dibuat karena

Wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat APAIW

Pasal 32

(1) Wakif menyatakan ikrar wakaf kepada Nazhir dihadapan PPAIW dalam Majelis Ikrar Wakaf

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).

(2) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Mauquf alaih dan harta benda

wakaf diterima oleh Nazhir untuk kepentingan Mauquf alaih.

(3) Ikrar wakaf yang dilaksanakan oleh Wakif dan diterima oleh Nazhir dituangkan dalam AIW oleh

PPAIW.

(4) AIW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

a. nama dan identitas Wakif;

b. nama dan identitas Nazhir;

c. nama dan identitas saksi;

d. data dan keterangan harta benda wakaf;

e. peruntukan harta benda wakaf; dan

f. jangka waktu wakaf.

(5) Dalam hal Wakif adalah organisasi atau badan hukum maka nama dan identitas Wakif

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang dicantumkan dalam akta adalah nama

pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan

anggaran dasar masing-masing.

(6) Dalam hal Nazhir adalah organisasi atau badan hukum maka nama dan identitas Nazhir

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b yang dicantumkan dalam akta adalah nama yang

ditetapkan oleh pengurus organisasi atau badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan

ketentuan anggaran dasar masing-masing.

Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, bentuk, isi dari tata cara pengisian AIW atau APAIW untuk

benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 2

Tata Cara Pembuatan Akta Ikrar Wakaf

Pasal 34

Tata cara pembuatan AIW benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 dan

benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 dilaksanakan

sebagai berikut:

a.sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;

b. PPAIW meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan dan keadaan fisik benda wakaf;

c. dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b terpenuhi, maka pelaksanaan ikrar

wakaf dan pembuatan AIW dianggap sah apabila dilakukan dalam Majelis Ikrar Wakaf

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).

d. AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang saksi, dan/atau Mauquf alaih

disahkan oleh PPAIW.

e.Salinan AIW disampaikan kepada:

1. Wakif;

2. Nazhir;

3. Mauquf alaih;

4. Kantor Pertanahan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah; dan

5. Instansi berwenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain

tanah atau benda bergerak selain uang.

Pasal 35

(1) Tata cara pembuatan APAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan berdasarkan

permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf.

(2) Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan

wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (qarinah)

tentang keberadaan benda wakaf.

(3) Apabila tidak ada orang yang memohon pembuatan APAIW, maka kepala desa tempat benda

wakaf tersebut berada wajib meminta pembuatan APAIW tersebut kepada PPAIW setempat.

(4) PPAIW atas nama Nazhir wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya

kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah

yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan

APAIW.

Pasal 36

(1) Harta benda wakaf wajib diserahkan oleh Wakif kepada Nazhir dengan membuat berita acara

serah terima paling lambat pada saat penandatanganan AIW yang diselenggarakan dalam Majelis

Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)

(2) Didalam berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disebutkan tentang

keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan Nazhir

(3) Berita acara serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal serah

terima benda wakaf telah dinyatakan dalam AIW.

Bagian Ketiga

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)

Pasal 37

(1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang

menyelenggarakan urusan wakaf.

(2) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang

ditunjuk oleh Menteri.

(3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syariah

paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk oleh Menteri.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kesempatan

bagi Wakif untuk membuat AIW di hadapan Notaris.

(5) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW ditetapkan oleh Menteri.

BAB IV

TATA CARA PENDAFTARAN

DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF

Bagian Kesatu

Tata Cara Pendaftaran Harta Benda Wakaf

Paragraf 1

Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak

Pasal 38

(1) Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW atau

APAIW.

(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:

a. sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang

bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;

b. surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara,

sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau sebutan lain

yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat;

c. izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan dalam

hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan

pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu;

d. izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dari sertifikat dan keputusan pemberian haknya

diperlukan izin pelepasan/peralihan.

e. izin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal hak guna bangunan atau hak

pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau hak milik.

Pasal 39

(1) Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata cara

sebagai berikut:

a. terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama

Nazhir;

b. terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus

dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu kemudian didaftarkan menjadi

tanah wakaf atas nama Nazhir;

c. terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung

didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;

d. terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara

sebagaimana dimaksuk dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan

persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan

menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;

e. terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musala, makam,

didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;

f. Pejabat yang berwenang di bidang pertanahan kabupaten/kota setempat mencatat

perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan Peraturan

Menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang

pertanahan.

Paragraf 2

Wakaf Benda Bergerak Selain Uang

Pasal 40

PPAIW mendaftarkan AlW dari:

a. benda bergerak selain uang yang terdaftar pada instansi yang berwenang;

b. benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar dari yang memiliki atau tidak memiliki tanda bukti

pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI, dan selama daerah tertentu belum dibentuk

BWl, maka pendaftaran tersebut dilakukan di Kantor Departemen Agraria setempat.

Pasal 41

(1) Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti kepemilikan benda

bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi yang

berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak tersebut.

(2) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, Wakif menyerahkan tanda bukti pembelian atau tanda

bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau bukti lainnya.

(3) Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti pembelian atau tanda

bukti pembayaran, Wakif membuat surat pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut

yang diketahui oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintah setempat.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perwakafan benda bergerak selain uang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Menteri berdasarkan usul BWI.

Paragraf 3

Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang

Pasal 43

(1) LKS-PWU atas nama Nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari

kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.

(2) Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan

kepada BWI untuk diadministrasikan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan Peraturan

Menteri.

Bagian Kedua

Pengumuman Harta Benda Wakaf

Pasal 44

(1) PPAIW menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BWI untuk dimuat dalam

register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.

(2) Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain

uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.

BAB V

PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

Pasal 45

(1) Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukan yang

tercantum dalam BIW.

(2) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk memajukan kesejahteraan umum, Nazhir dapat bekerjasama dengan pihak lain sesuai

dengan prinsip syariah.

Pasal 46

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga negara asing, organisasi asing

dan badan hukum asing yang berskala nasional atau internasional, serta harta benda wakaf terlantar, dapat

dilakukan oleh BWI.

Pasal 47

Dalam hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, Wakif harus melengkapi dengan bukti kepemilikan

sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, dan Nazhir harus

melaporkan kepada lembaga terkait perihal adanya perbuatan wakaf.

Pasal 48

(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada peraturan BWI.

(2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui

investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah.

(3) Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka Nazhir hanya dapat

melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud.

(4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan pada bank syariah

harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan.

(5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam bentuk

investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.

BAB VI

PENUKARAN HARTA BENDA WAKAF

Pasal 49

(1) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis

dari Menteri berdasarkan pertimbangan BWI.

(2) Izin tertulis dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dengan

pertimbangan sebagai berikut:

a. perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan

Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

b. harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf; atau

c. pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan mendesak.

(3) Selain dari pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), izin pertukaran harta benda wakaf

hanya dapat diberikan jika:

a. harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan

Peraturan Perundang-undangan;dan

b. nilai dan manfaat harta benda penukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda

wakaf semula.

(4) Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan

oleh bupati/walikota berdasarkan rekomendasi tim penilai yang anggotanya terdiri dari unsur:

a. pemerintah daerah kabupaten/kota;

b. kantor pertanahan kabupaten/kota;

c. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kabupaten/kota;

d. kantor Departemen Agama kabupaten/kota; dan

e. Nazhir tanah wakaf yang bersangkutan.

Pasal 50

Nilai dan manfaat harta benda penukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3) huruf b dihitung

sebagai berikut:

a. harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama dengan

NJOP harta benda wakaf; dan

b. harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan.

Pasal 51

Penukaran terhadap harta benda wakaf yang akan diubah statusnya dilakukan sebagai berikut:

a. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama

Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut;

b. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departemen Agama

kabupaten/kota;

c. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan tersebut

membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 ayat (4), dan selanjutnya

bupati/walikota setempat membuat Surat Keputusan;

d. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota meneruskan permohonan tersebut dengan

dilampiri hasil penilaian dari tim kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama provinsi dan

selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri; dan

e. setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan

hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertanahan dan/atau lembaga terkait untuk

pendaftaran lebih lanjut.

BAB VII

BANTUAN PEMBIAYAAN

BADAN WAKAF INDONESIA

Pasal 52

(1) Bantuan pembiayaan BWI dibebankan kepada APBN selama 10 (sepuluh) tahun pertama melalui

anggaran Departemen Agama dan dapat diperpanjang;

(2) BWI mempertanggungjawabkan bantuan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

secara berkala kepada Menteri.

BAB VIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 53

(1) Nazhir wakaf berhak memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWl.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penyiapan sarana dan prasarana penunjang operasional Nazhir wakaf baik perseorangan,

organisasi dan badan hukum;

b. penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian,

pemberdayaan dan pengembangan terhadap harta benda wakaf;

c. penyediaan fasilitas proses sertifikasi Wakaf;

d. penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf benda tidak bergerak dan/atau

benda bergerak;

e. penyiapan penyuluh penerangan di daerah untuk melakukan pembinaan dan

pengembangan wakaf kepada Nazhir sesuai dengan lingkupnya; dan

f. pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari dalam dan luar negeri dalam

pengembangan dan pemberdayaan wakaf.

Pasal 54

Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) pemerintah

memperhatikan saran dan pertimbangan MUI sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 55

(1) Pembinaan terhadap Nazhir, wajib dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

(2) Kerjasama dengan pihak ketiga, dalam rangka pembinaan terhadap kegiatan perwakafan di

Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk penelitian, pelatihan, seminar maupun kegiatan lainnya.

(3) Tujuan pembinaan adalah untuk peningkatan etika dan moralitas dalam pengelolaan wakaf serta

untuk peningkatan profesionalitas pengelolaan dana wakaf.

Pasal 56

(1) Pengawasan terhadap perwakafan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun

pasif.

(2) Pengawasan aktif dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung terhadap Nazhir atas

pengelolaan wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

(3) Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan pengamatan atas berbagai laporan yang

disampaikan Nazhir berkaitan dengan pengelolaan wakaf.

(4) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dan

masyarakat dapat meminta bantuan jasa akuntan publik independen.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap perwakafan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB IX

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 57

(1) Menteri dapat memberikan peringatan tertulis kepada LKS-PWU yang tidak menjalankan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

(2) Peringatan tertulis paling banyak diberikan 3 (tiga) kali untuk 3 (tiga) kali kejadian yang berbeda.

(3) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS-PWU dapat dilakukan setelah

LKS-PWU dimaksud telah menerima 3 kali surat peringatan tertulis.

(4) Penghentian sementara atau pencabutan izin sebagai LKS-PWU dapat dilakukan setelah

mendengar pembelaan dari LKS-PWU dimaksud dan/atau rekomendasi dari instansi terkait.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

(1) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, harta benda tidak bergerak berupa tanah,

bangunan, tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

16 yang telah diwakafkan secara sah menurut syariah tetapi belum terdaftar sebagai benda wakaf

menurut Peraturan Perundang-undangan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dapat

didaftarkan menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan:

a. dalam hal harta benda wakaf dikuasai secara fisik, dan sudah ada AIW;

b. dalam hal harta benda wakaf yang tidak dikuasai secara fisik sebagian atau seluruhnya,

sepanjang Wakif dan/atau Nazhir bersedia dan sanggup menyelesaikan penguasaan fisik

dan dapat membuktikan penguasaan harta benda wakaf tersebut adalah tanpa alas hak

yang sah; atau

c. dalam hal harta benda wakaf yang dikuasai oleh ahli waris Wakif atau Nazhir, dapat

didaftarkan menjadi wakaf sepanjang terdapat kesaksian dari pihak yang mengetahui

wakaf tersebut dan dikukuhkan dengan penetapan pengadilan.

(2) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:

a. lembaga non keuangan atau perseorangan yang menerima wakaf uang wajib untuk

mengalihkan penerimaan wakaf uang melalui rekening wadi'ah pada LKS-PWU yang

ditunjuk oleh Menteri;

b. lembaga keuangan yang menerima wakaf uang wajib mengajukan permohonan kepada

Menteri sebagai LKS-PWU.

(3) Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, perseorangan, organisasi, atau badan hukum yang

mengelola wakaf uang wajib mendaftarkan pada Menteri dan BWI melaui KUA setempat untuk

menjadi Nazhir.

Pasal 59

Sebelum BWI terbentuk, tanda bukti pendaftaran Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4)

diterbitkan oleh Menteri.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaan wakaf yang didasarkan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini sepanjang tidak bertentangan

dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 61

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 15 Desember 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

DR.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 15 Desember 2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

ttd.

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 105

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 42 TAHUN 2006

TENTANG

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

TENTANG WAKAF

1. UMUM

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf memuat beberapa ketentuan dalam Pasal

14, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 39, Pasal 41, Pasal 46, Pasal 66 dan Pasal 68 yang perlu diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Keseluruhan peraturan pelaksanaan tersebut diintegrasikan

ke dalam satu peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.

Hal itu dimaksudkan untuk menyederhanakan pengaturan yang mudah dipahami masyarakat,

organisasi dan badan hukum, serta pejabat pemerintahan yang mengurus perwakafan, BWI, dan

LKS, sekaligus menghindari berbagai kemungkinan perbedaan penafsiran terhadap ketentuan yang

berlaku.

Beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini adalah sebagai berikut:

1. Nazhir merupakan salah satu unsur wakaf dan memegang peran penting dalam mengelola

dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya. Nazhir dapat

merupakan perseorangan, organisasi atau badan hukum yang wajib didaftarkan pada

Menteri melalui Kantor Urusan Agama atau perwakilan BWI yang ada di provinsi atau

kabupaten/kota, guna memperoleh tanda bukti pendaftaran Nazhir. Ketentuan mengenai

syarat yang harus dipenuhi oleh Nazhir dan tata cara pendaftaran, pemberhentian dan

pencabutan status Nazhir serta tugas dan masa bakti Nazhir dimaksudkan untuk

memastikan keberadaan Nazhir serta pengawasan terhadap kinerja Nazhir dalam

memelihara dan mengembangkan potensi harta benda wakaf.

2. Ketentuan mengenai ikrar wakaf baik secara lisan maupun tertulis yang berisi pernyataan

kehendak Wakif untuk berwakaf kepada Nazhir memerlukan pengaturan rinci tentang tata

cara pelaksanaannya dan harta benda wakaf yang akan diwakafkan. Ikrar wakaf

diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Wakif, Nazhir, dua orang

Saksi serta wakil dari Mauquf alaih apabila ditunjuk secara khusus sebagai pihak yang

akan memperoleh manfaat dari harta benda wakaf berdasarkan kehendak Wakif.

Kehadiran Mauquf alaih dianggap perlu agar pihak yang akan memperoleh manfaat dari

peruntukan harta benda wakaf menurut kehendak Wakif dapat mengetahui penyerahan

harta benda wakaf oleh Wakif kepada Nazhir untuk dikelola dan dikembangkan sesuai

dengan prinsip ekonomi syariah.

3. Sesuai dengan prinsip Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang tidak memisahkan

antara wakaf ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk

kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan

masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf, maka pernyataan kehendak

Wakif dalam Majelis Ikrar Wakaf harus dijelaskan maksudnya, apakah Mauquf alaih adalah

masyarakat umum atau untuk karib kerabat berdasarkan hubungan darah (nasab) dengan

Wakif. Ini berarti bahwa pengaturan mengenai wakaf berlaku baik untuk wakaf khairi

maupun wakaf ahli. Peruntukan wakaf untuk Mauquf alaih tidak dimaksudkan untuk

pemanfaatan pribadi melainkan untuk kesejahteraan umum sesama kerabat secara turun

temurun. Dengan demikian berbagai keterangan yang dimuat dalam AIW sebagai

dokumen penting dalam pengelolaan wakaf dapat menjadi acuan penting bagi semua

pihak.

4. Berdasarkan pertimbangan tentang diperlukannya harta benda wakaf diatur secara rinci,

maka Peraturan Pemerintah ini mencantumkan ketentuan mengenai wakaf benda tidak

bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah,

wakaf benda bergerak berupa uang, dan benda bergerak selain uang, yang sejauh

mungkin diselaraskan dengan konsepsi hukum benda dalam keperdataan dan Peraturan

Perundang- undangan lain yang terkait.

Benda bergerak selain uang diatur berdasarkan kategori yang lazim dikenal dalam hukum

perdata, yaitu benda bergerak karena sifatnya yang dapat berpindah atau dipindahkan atau

karena ketetapan undang-undang. Mengingat jenis harta benda wakaf memiliki

karakteristik yang berbeda, maka tata cara ikrar wakaf bergerak berupa uang yang

melibatkan peran institusi LKS diatur secara khusus. Dengan demikian pengaturan wakaf

uang harus mempertimbangkan keberadaan LKS yang memiliki produk-produk dan/atau

instrumen keuangan syariah.

5. Berdasarkan pertimbangan adanya perbedaan karakteristik harta benda wakaf tersebut,

maka di samping kewenangan PPAIW yaitu Kepala Kantor Urusan Agama atau pejabat

yang menyelenggarakan urusan wakaf, maka LKS yang ditunjuk Menteri berdasarkan

saran dan pertimbangan BWI diberi kewenangan menerima wakaf uang dan menerbitkan

Sertifikat Wakaf Uang yang selanjutnya menyerahkan wakaf uang tersebut kepada Nazhir

yang ditunjuk oleh Wakif.

6. Sebagai konsekuensi kategori benda wakaf tersebut, pengaturan mengenai tata cara

pendaftaran harta benda wakaf dibedakan antara :

a. tata cara pendaftaran wakaf harta benda wakaf tidak bergerak berdasarkan AIW

atau APAIW setelah memenuhi persyaratan tertentu;

b. tata cara pendaftaran wakaf uang melalui LKS, yang atas nama Nazhir

menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang;

c. tata cara pendaftaran wakaf benda bergerak selain uang melalui instansi yang

berwenang sesuai dengan sifat benda bergerak tersebut.

7. PPAIW berkewajiban menyampaikan AIW kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama

dan perwakilan BWI agar dimuat dalam register umum wakaf yang diselenggarakan oleh

Menteri. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas hukum benda sehingga

masyarakat dapat mengakses informasi tentang wakaf.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir dimaksudkan sebagai bukti

bahwa Nazhir hanyalah pihak yang mengadministrasikan, mengelola,

mengembangkan, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan undang-undang pada ayat ini adalah Undang-Undang

Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Tempat pendaftaran pada ayat ini sesuai dengan tertib urutan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar pengelolaan harta benda wakaf dapat

berlangsung secara berkesinambungan dan menjaga harta benda wakaf tidak

masuk ke dalam harta pribadi dan/atau masuk dalam harta waris. Tiga Nazhir

perseorangan yang ditunjuk Wakif dapat mengatur pembagian tugas dan

wewenang untuk mewujudkan peruntukan harta benda sesuai dengan pernyataan

kehendak Wakif.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam memberhentikan Nazhir, BWI harus memberikan alasan-alasan

yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan Peraturan Perundangundangan.

Alasan BWI memberhentikan Nazhir antar lain adalah Nazhir

tidak dapat menjalankan amanah/tugas dengan baik. Pemberhentian

Nazhir yang belum terjangkau oleh BWI akan dilakukan oleh KUA.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada Wakif

atau ahli warisnya untuk mengganti sendiri Nazhir tanpa melalui KUA dan

keputusan BWI.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud "Nazhir yang diangkat oleh Nazhir organisasi" dalam ayat ini

adalah pelaksana dari Nazhir organisasi yang bersangkutan.

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam memberhentikan atau mengganti Nazhir organisasi, BWI harus

memperhatikan Ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2004 tentang Wakaf.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan "yang berkaitan dengan tanah" adalah segala sesuatu

yang dibangun, ditanam dan tertancap serta menjadi satu kesatuan dengan tanah.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Nazhir berkewajiban mendaftarkan wakaf pada instansi yang berwenang

agar dapat diperoleh sertifikat atas tanah hak guna bangunan, hak guna

usaha atau hak pakai yang telah diwakafkan.

Huruf c

Nazhir berkewajiban untuk mengurus pelepasan hak pengelolaan atau

hak milik dari pemegang hak yang bersangkutan.

Dalam hal Nazhir tidak berhasil memperoleh pelepasan hak pengelolaan

atau hak milik yang bersangkutan maka Wakaf atas tanah tersebut tetap

berlaku sampai hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas

tanah negara berakhir.

Huruf d

Hak milik atas satuan rumah susun yang dapat diwakafkan adalah satuan

rumah susun yang berdiri diatas tanah bersama yang berstatus hak milik

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai

rumah susun.

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa pemilikan atau penguasaan secara yuridis dan

secara fisik atas tanah ada pada Wakif, atau penguasaan fisik tersebut ada pada

pihak lain atas dasar pemberian wewenang dari Wakif.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "air dan bahan bakar minyak yang persediaannya

berkelanjutan" dalam ayat ini tidak termasuk sumber daya air dan sumber minyak.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 20

Huruf a

Kapal dengan bobot dibawah 20 ton termasuk dalam kategori benda bergerak,

sedangkan kapal dengan bobot di atas 20 ton termasuk dalam benda tidak

bergerak.

Huruf b

Yang dimaksud dengan "pesawat terbang" termasuk helikopter dan jenis pesawat

terbang lainnya.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas,

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin benda wakaf berasal dari

sumber halal, tidak bertentangan dengan syariah dan Peraturan

Perundang-undangan. Misalnya menghindari kemungkinan praktik

pencucian uang (money laundring) melalui wakaf.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 23

Wakif mewakafkan uang melalui LKS-PWU yang dilakukan secara tertulis, selanjutnya

LKS-PWU menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang.

Penempatan uang wakaf melalui LKS-PWU dimaksudkan sebagai titipan (wadi'ah).

Selanjutnya Nazhir dapat mengelolanya dengan memperhatikan kehendak Wakif serta

rekomendasi manajer investasi (jika ada).

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "saran instansi terkait" dalam ayat ini adalah saran yang

diberikan oleh Bank Indonesia untuk lembaga keuangan bank dan Departemen

Keuangan untuk lembaga keuangan non bank.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud memiliki fungsi menerima titipan (wadi'ah) adalah

LKS-PWU memiliki produk penerimaan dana dengan berdasarkan akad

titipan dengan ketentuan bahwa pihak penerima dana titipan dapat

mengelola dana titipan dimaksud sampai Nazhir menentukan lain.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 25

Huruf a

Pengumuman yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara apapun agar

masyarakat mengetahuinya.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Pasal 26

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan "jumlah wakaf uang" adalah nilai nominal wakaf uang yang

harus dicantumkan dalam sertifikat wakaf uang dan disesuaikan dengan jumlah

minimum yang berlaku pada LKS-PWU bersangkutan.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Yang dimaksud dengan "jangka waktu" adalah untuk waktu terbatas (muaqqat)

atau tidak terbatas (muabbad).

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Tidak disyaratkannya kehadiran mauquf alaih karena sulitnya menentukan wakil

dari masyarakat luas sebagai mauquf alaih.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup Jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "harta benda wakaf diterima oleh Nazhir" pada ayat ini

adalah bukan untuk dimiliki oleh Nazhir tapi untuk dikelola dan dikembangkan oleh

Nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud penelitian persyaratan administrasi perwakafan pada huruf b

meliputi penelitian :

a. status benda wakaf serta kelengkapan dokumen kepemilikan benda

wakaf oleh Wakif;

b. syarat Wakif, Nazhir dan saksi.

Penelitian administrasi benda wakaf dimaksudkan untuk memastikan bahwa

benda wakaf dikuasai oleh Wakif.

Persyaratan Wakif yang dimaksud adalah sebagaimana tercantum dalam Pasal 8

ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Tanda tangan mauquf alaih dicantumkan dalam AIW dalam hal Wakif menentukan

secara khusus mauquf alaih.

Huruf e

Angka 1

Cukup jelas.

Angka 2

Cukup jelas.

Angka 3

Cukup jelas.

Angka 4

Cukup jelas.

Angka 5

Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang" adalah instansi yang

menyelenggarakan pendaftaran harta benda wakaf, misalnya kendaraan

bermotor oleh Polisi Daerah setempat, kapal oleh Syahbandar/Dirjen

Perla, saham untuk perusahaan terbuka oleh PT Kustodian Sentral Efek

Indonesia, saham untuk perusahaan tertutup pada direksi perusahaaan

tersebut.

Proses tersebut untuk pencatatan balik nama pada sertifikat/tanda bukti

hak.

Pasal 35

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Yang dimaksud "pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf" dalam ayat ini

adalah pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf di tingkat kabupaten/kota

dan provinsi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri" adalah pejabat

yang menyelenggarakan urusan wakaf atau notaris yang ditunjuk oleh Menteri.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

"Surat Keterangan Pendaftaran" dimaksudkan untuk menegaskan kepemilikan

benda bergerak yang bersangkutan benar tercatat pada instansi tersebut dan tidak

terdapat catatan tentang adanya sengketa atau jaminan pada pihak lain.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "tanda bukti pembelian lainnya" misalnya berita acara

lelang seandainya barang bergerak diperoleh dari pelelangan umum.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "instansi pemerintah setempat" adalah lurah/kepala desa

dan camat dari tempat dimana barang bergerak tersebut berada.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dapat dilakukan dengan cara

membangun perkantoran, pertokoan swalayan, hotel, rumah sakit, apartemen,

rumah sewaan, tempat wisata, dan/atau usaha lain yang tidak bertentangan

dengan prinsip syariah dan Peraturan Perundang-undangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 46

Yang dimaksud dengan "harta benda wakaf terlantar" dalam pasal ini adalah harta benda

wakaf dalam waktu yang cukup lama tidak dikelola secara produktif oleh Nazhir yang

bersangkutan, walaupun telah dilakukan beberapa kali penggantian Nazhir.

Pasal 47

Yang dimaksud "lembaga terkait" dalam pasal ini adalah instansi pemerintah yang

kewenangannya meliputi urusan peruntukan harta benda wakaf, BWI dan wakil dari

Mauquf alaih.

Pasal 48

Ayat (1)

Peraturan BWI dimaksud antara lain mengatur persyaratan studi kelayakan

pengembangan harta benda wakaf.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4667

Tidak ada komentar:

Posting Komentar