Senin, 21 Juni 2010

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 14 TAHUN 1992

TENTANG

LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan

perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat

hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa transportasi di jalan sebagai salah satu modal transportasi tidak dapat dipisahkan

dari modal-modal transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang

dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan di masa depan, mempunyai karakteristik

yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan dan memadukan modal

transportasi lainnya, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya

sebagai penghubung wilayah baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang,

pendorong, dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan

rakyat;

c. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur lalu lintas dan angkutan jalan yang

ada pada saat ini tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, ilmu

pengetahuan dan teknologi;

d. bahwa untuk meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutanjalan

sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia serta agar

lebih berhasilguna dan berdaya guna dipandang perlu menetapkan ketentuan mengenai

lalu lintas dan angkutan jalan dalam Undang-undang;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980

Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);

Dengan persetujuan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

2. Angkutan adalah pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain

dengan menggunakan kendaraan;

3. Jaringan transportasi jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang

dihubungkan oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan

untuk keperluan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan;

4. Jalan adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

5. Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan

orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan

umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi;

6. Kendaraan adalah satu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan bermotor

atau kendaraan tidak bermotor;

7. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada

pada kendaraan itu;

8. Perusahaan angkutan umum adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang

dan/atau barang dengan kendaraan umum di jalan;

9. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan

oleh umum dengan dipungut bayaran;

10. Pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa

angkutan, baik untuk angkutan orang maupun barang.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Transportasi jalan sebagai salah satu modal transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan

asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan

umum, keterpaduan, kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri.

Pasal 3

Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan

jalan dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu

memadukan modal transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk

menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan

penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

BAB III

PEMBINAAN

Pasal 4

(1) Lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh

pemerintah.

(2) Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan berdasarkan ketentuan

dalam Undang-undang ini.

Pasal 5

(1) Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan

lalu lintas dan angkutan jalan dalam keseluruhan modal transportasi secara terpadu

dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat untuk mewujudkan tujuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

BAB IV

PRASARANA

Bagian Pertama

Jaringan Transportasi Jalan

Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu dengan modal transportasi

lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ditetapkan jaringan transportasi jalan yang

menghubungkan seluruh wilayah tanah air.

(2) Penetapan jaringan transportasi jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan

pada kebutuhan transportasi, fungsi, peranan, kapasitas lalu lintas, dan kelas jalan.

Bagian Kedua

Kelas Jalan dan Penggunaan Jalan

Pasal 7

(1) Untuk pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi

dalam beberapa kelas.

(2) Pengaturan kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 8

(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan

bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi dengan :

a. rambu-rambu;

b. marka jalan;

c. alat pemberi isyarat lalu lintas;

d. alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan;

e. alat pengawasan dan pengamanan jalan;

f. fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan

di luar jalan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Ketiga

Terminal

Pasal 9

(1) Untuk menunjang kelancaran mobilitas orang maupun arus barang dan untuk

terlaksananya keterpaduan intra dan antar modal secara lancar dan tertib, di tempattempat

tertentu dapat dibangun dan diselenggarakan terminal.

(2) Pembangunan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh

pemerintah dan dapat mengikutsertakan badan hukum Indonesia.

(3) Penyelenggaraan terminal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh

pemerintah.

(4) Ketentuan mengenai pembangunan dan penyelenggaraan terminal sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 10

(1) Pada terminal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat dilakukan kegiatan

usaha penunjang.

(2) Kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh

badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Fasilitas Parkir Untuk Umum

Pasal 11

(1) Untuk menunjang keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan

angkutan jalan dapat diadakan fasilitas parkir untuk umum.

(2) Fasilitas parkir untuk umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselenggarakan

oleh Pemerintah, badan hukum Indonesia, atau warga negara Indonesia.

(3) Ketentuan mengenai fasilitas parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

KENDARAAN

Bagian Pertama

Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor

Pasal 12

(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai dengan

peruntukannya, memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai dengan kelas

jalan yang dilalui.

(2) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus

yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri serta diimpor, harus sesuai dengan

peruntukan dan kelas jalan yang akan dilaluinya serta wajib memenuhi persyaratan teknis

dan laik jalan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua

Pengujian Kendaraan Bermotor

Pasal 13

(1) Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus

yang dioperasikan di jalan wajib diuji.

(2) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji tipe dan/atau uji berkala.

(3) Kendaraan yang dinyatakan lulus uji sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan

tanda bukti.

(4) Persyaratan, tata cara pengujian, masa berlaku, dan pemberian tanda bukti sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Pendaftaran Kendaraan Bermotor

Pasal 14

(1) Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib didaftarkan.

(2) Sebagai tanda bukti pendaftaran diberikan bukti pendaftaran kendaraan bermotor.

(3) Syarat-syarat dan tata cara pendaftaran, bentuk dan jenis tanda bukti pendaftaran

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Keempat

Bengkel Umum Kendaraan Bermotor

Pasal 15

(1) Agar kendaraan bermotor tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, dapat

diselenggarakan bengkel umum kendaraan bermotor.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum

kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan

Pasal 16

(1) Untuk keselamatan, keamanan, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan, dapat

dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan.

(2) Pemeriksaan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. pemeriksaan persyaratan teknis dan laik jalan;

b. pemeriksaan tanda bukti lulus uji, surat tanda bukti pendaftaran atau surat tanda

coba kendaraan bermotor, dan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 13, Pasal 14, Pasal 18, dan lain-lain yang diperlukan.

(3) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam

Persyaratan Kendaraan Tidak Bermotor

Pasal 17

(1) Setiap kendaraan tidak bermotor yang dioperasikan di jalan wajib memenuhi persyaratan

keselamatan.

(2) Persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

BAB VI

PENGEMUDI

Bagian Pertama

Persyaratan Pengemudi

Pasal 18

(1) Setiap pengemudi kendaraan bermotor, wajib memiliki surat izin mengemudi.

(2) Penggolongan, persyaratan, masa berlaku, dan tata cara memperoleh surat izin

mengemudi, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Untuk mendapatkan surat izin mengemudi yang pertama kali pada setiap golongan, calon

pengemudi wajib mengikuti ujian mengemudi, setelah memperoleh pendidikan dan latihan

mengemudi.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Kedua

Pergantian Pengemudi

Pasal 20

(1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan angkutan

umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi

pengemudi.

(2) Ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VII

LALU LINTAS

Bagian Pertama

Tata Cara Berlalu Lintas

Pasal 21

(1) Tata cara berlalu lintas di jalan adalah dengan mengambil jalur jalan sebelah kiri.

(2) Dalam keadaan tertentu dapat ditetapkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1).

(3) Persyaratan dan tata cara untuk melakukan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22

(1) Untuk keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan

ditetapkan ketentuan-ketentuan mengenai:

(2) rekayasa dan manajemen lalu lintas;

a. gerakan lalu lintas kendaraan bermotor;

b. berhenti dan parkir;

c. penggunaan peralatan dan perlengkapan kendaraan bermotor yang diharuskan,

peringatan dengan bunyi dan sinar;

d. tata cara menggiring hewan dan penggunaan kendaraan tidak bermotor di jalan;

e. tata cara penetapan kecepatan maksimum dan/atau minimum kendaraan bermotor;

f. perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki;

g. penetapan muatan sumbu kurang dari muatan sumbu terberat yang diizinkan;

h. tata cara mengangkut orang dan/atau barang serta penggandengan dan

penempelan dengan kendaraan lain;

i. penetapan larangan penggunaan jalan;

j. penunjukan lokasi, pembuatan dan pemeliharaan tempat pemberhentian untuk

kendaraan umum.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 23

(1) Pengemudi kendaraan bermotor pada waktu mengemudikan kendaraan bermotor di jalan,

wajib :

a. mampu mengemudikan kendaraannya dengan wajar;

b. mengutamakan keselamatan pejalan kaki;

c. menunjukkan surat tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor, atau surat tanda

coba kendaraan bermotor, surat izin mengemudi, dan tanda bukti lulus uji, atau

tanda bukti lain yang sah, dalam hal dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16;

d. mematuhi ketentuan tentang kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat

pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerakan lalu

lintas, berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor,

penggunaan kendaraan bermotor, peringatan dengan bunyi dan sinar, kecepatan

maksimum dan/atau minimum, tata cara mengangkut orang dan barang, tata cara

penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain;

e. memakai sabuk keselamatan bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau

lebih, dan mempergunakan helm bagi pengemudi kendaraan bermotor roda dua

atau bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak

dilengkapi dengan rumah-rumah.

(2) Penumpang kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang duduk di samping

pengemudi wajib memakai sabuk keselamatan, dan bagi penumpang kendaraan bermotor

roda dua atau kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan

rumah-rumah wajib memakai helm.

Pasal 24

(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan di

jalan, setiap orang yang menggunakan jalan, wajib :

a. berperilaku tertib dengan mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan

kebebasan atau keselamatan lalu lintas, atau yang dapat menimbulkan kerusakan

jalan dan bangunan di jalan,

b. menempatkan kendaraan atau benda-benda lainnya di jalan sesuai dengan

peruntukannya.

(2) Pengemudi dan pemilik kendaraan bertanggung jawab terhadap kendaraan berikut

muatannya yang ditinggalkan di jalan.

Bagian Kedua

Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas

Pasal 25

(1) Penggunaan jalan untuk keperluan tertentu di luar fungsi sebagai jalan, dan

penyelenggaraan kegiatan dengan menggunakan jalan yang patut diduga dapat

mengganggu keselamatan, keamanan, dan kelancaran lalu lintas hanya dapat dilakukan

setelah memperoleh izin.

(2) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Pejalan Kaki

Pasal 26

(1) Pejalan kaki wajib berjalan pada bagian jalan dan menyeberang pada tempat

penyeberangan yang telah disediakan bagi pejalan kaki.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Bagian Keempat

Kecelakaan Lalu Lintas

Pasal 27

(1) Pengemudi kendaraan bermotor yang terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas, wajib :

a. menghentikan kendaraannya;

b. menolong orang yang menjadi korban kecelakaan;

c. melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara Republik Indonesia

terdekat.

(2) Apabila pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh

karena keadaan memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) huruf a dan b, kepadanya tetap diwajibkan segera melaporkan diri kepada

pejabat polisi negara Republik Indonesia terdekat.

Pasal 28

Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang

dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga, yang timbul karena kelalaian atau kesalahan

pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor.

Pasal 29

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 tidak berlaku dalam hal:

a. adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan;

b. disebabkan perilaku korban sendiri atau pihak ketiga;

c. disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

Pasal 30

(1) Setiap pengemudi, pemilik, dan/atau pengusaha angkutan umum bertanggung jawab

terhadap kerusakan jalan dan jembatan atau fasilitas lalu lintas yang merupakan bagian

dari jalan itu yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor yang dioperasikannya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal adanya keadaan

memaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a.

Pasal 31

(1) Apabila korban meninggal, pengemudi dan/atau pemilik dan/atau pengusaha angkutan

umum wajib memberi bantuan kepada ahli waris dari korban berupa biaya pengobatan

dan/atau biaya pemakaman.

(2) Apabila terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban, bantuan yang diberikan

kepada korban berupa biaya pengobatan.

Bagian Kelima

Asuransi

Pasal 32

(1) Setiap kendaraan umum wajib diasuransikan terhadap kendaraan itu sendiri maupun

terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 33

(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakannya sebagai

awak kendaraan terhadap risiko terjadinya kecelakaan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

BAB VIII

ANGKUTAN

Bagian Pertama

Angkutan Orang dan Barang

Pasal 34

(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan

bermotor untuk penumpang.

(2) Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan

bermotor untuk barang.

(3) Dalam keadaan tertentu dapat diberikan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) yang persyaratannya diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

Kegiatan pengangkutan orang dan/atau barang dengan memungut pembayaran hanya dilakukan

dengan kendaraan umum.

Bagian Kedua

Angkutan Orang dengan Kendaraan Umum

Pasal 36

Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum terdiri dari:

a. angkutan antar kota yang merupakan pemindahan orang dari suatu kota ke kota lain;

b. angkutan kota yang merupakan pemindahan orang dalam wilayah kota;

c. angkutan pedesaan yang merupakan pemindahan orang dalam dan/ atau antar wilayah

pedesaan;

d. angkutan lintas batas negara yang merupakan angkutan orang yang melalui lintas batas

negara lain.

Pasal 37

(1) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

36, dapat dilaksanakan dengan trayek tetap dan teratur atau tidak dalam trayek.

(2) Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek tetap dan teratur

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan dalam jaringan trayek.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

(1) Pengangkutan orang dengan kendaraan umum untuk keperluan pariwisata, dilakukan

dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.

(2) Persyaratan dan tata cara memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur

lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga

Angkutan Barang dengan Kendaraan Umum

Pasal 39

(1) Untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan,

dapat ditetapkan jaringan lintas angkutan barang yang dapat dilayani dengan kendaraan

bermotor barang tertentu.

(2) Persyaratan dan tata cara penetapan jaringan lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 40

Pengangkutan bahan berbahaya, barang khusus, peti kemas, dan alat berat diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Pengusahaan

Pasal 41

(1) Usaha angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum, dapat dilakukan oleh

badan hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia.

(2) Usaha angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan umum sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), dilakukan berdasarkan izin,

(3) Jenis, persyaratan, dan tata cara untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam

ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima

Tarif

Pasal 42

Struktur dan golongan tarif angkutan dengan kendaraan umum, ditetapkan oleh Pemerintah.

Bagian Keenam

Tanggung Jawab Pengangkut

Pasal 43

(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengangkut orang dan/atau barang, setelah

disepakatinya perjanjian pengangkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan

oleh penumpang dan/atau pengirim barang.

(2) Karcis penumpang atau surat angkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadinya

perjanjian angkutan dan pembayaran biaya angkutan.

Pasal 44

Pengusaha angkutan umum wajib mengembalikan biaya angkutan yang telah dibayar oleh

penumpang dan/atau pengirim barang, jika terjadi pembatalan pemberangkatan kendaraan

umum.

Pasal 45

(1) Pengusaha angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena kelalaiannya dalam melaksanakan

pelayanan angkutan.

(2) Besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah sebesar kerugian yang

secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga.

(3) Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap penumpang sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dimulai sejak diangkutnya penumpang sampai di tempat tujuan

pengangkutan yang telah disepakati.

(4) Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap pemilik barang sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dimulai sejak diterimanya barang yang akan diangkut sampai

diserahkannya barang kepada pengirim dan/atau penerima barang.

Pasal 46

(1) Pengusaha angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1).

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 47

Pengemudi kendaraan umum dapat menurunkan penumpang dan/atau barang yang diangkut

pada tempat pemberhentian terdekat, apabila ternyata penumpang dan/atau barang yang

diangkut dapat membahayakan keamanan dan keselamatan angkutan.

Pasal 48

(1) Pengusaha angkutan umum dapat mengenakan tambahan biaya penyimpanan barang

kepada pengirim dan/atau penerima barang yang tidak mengambil barangnya, di tempat

tujuan dan dalam waktu yang telah disepakati.

(2) Pengirim dan/atau penerima barang hanya dapat mengambil barang setelah biaya

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilunasi.

(3) Barang yang tidak diambil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih dari waktu tertentu,

dinyatakan sebagai barang tak bertuan dan dapat dijual secara lelang sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IX

LALU LINTAS DAN ANGKUTAN BAGI PENDERITA CACAT

Pasal 49

(1) Penderita cacat berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dalam bidang

lalu lintas dan angkutan jalan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

BAB X

DAMPAK LINGKUNGAN

Pasal 50

(1) Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang

dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib

memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan.

(2) Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor,

wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1), yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

BAB XI

PENYERAHAN URUSAN

Pasal 51

(1) Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusan pemerintahan dalam bidang lalu lintas

dan angkutan jalan kepada Pemerintah Daerah.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

BAB XII

PENYIDIKAN

Pasal 52

Pemeriksaan terhadap kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, atau

penyidikan terhadap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, tidak disertai dengan

penyitaan kendaraan bermotor dan/atau surat tanda nomor kendaraan bermotor, kecuali dalam

hal:

a. kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk

melakukan tindak pidana;

b. pelanggaran lalu lintas tersebut mengakibatkan meninggalnya orang;

c. pengemudi tidak dapat menunjukkan tanda bukti lulus uji kendaraan bermotor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);

d. pengemudi tidak dapat menunjukkan surat tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2);

e. pengemudi tidak dapat menunjukkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 ayat (1).

Pasal 53

(1) Selain pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di

lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di

bidang lalu lintas dan angkutan jalan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas dan

angkutan jalan.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berwenang untuk:

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkenaan dengan pemenuhan

persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor;

b. melarang atau menunda pengoperasian kendaraan bermotor yang tidak memenuhi

persyaratan teknis dan laik jalan;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari pengemudi, pemilik kendaraan, atau

pengusaha angkutan umum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut

persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor.

d. melakukan penyitaan tanda uji kendaraan yang tidak sah;

e. melakukan pemeriksaan terhadap perizinan angkutan umum di terminal;

f. melakukan pemeriksaan terhadap berat kendaraan beserta muatannya;

g. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan;

h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak

pidana yang menyangkut persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor serta

perizinan angkutan umum.

(3) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dalam ayat (1) dan ayat (2), dilakukan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 54

Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak sesuai dengan

peruntukannya, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, atau tidak sesuai dengan

kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan

paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.0000,- (tiga juta rupiah).

Pasal 55

Barang siapa memasukkan ke dalam wilayah Indonesia atau membuat atau merakit kendaraan

bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang akan dioperasikan di

dalam negeri yang tidak sesuai dengan peruntukan, atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan

laik jalan, atau tidak sesuai dengan kelas jalan yang akan dilaluinya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda

setinggi- tingginya Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah).

Pasal 56

(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan

dan kendaraan khusus di jalan tanpa dilengkapi dengan tanda bukti lulus uji sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)

bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

(2) Apabila kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak memiliki tanda

bukti lulus uji, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda

setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).

Pasal 57

(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak didaftarkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling

lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).

(2) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor tanpa dilengkapi dengan surat tanda

nomor kendaraan bermotor, atau tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua)

bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

Pasal 58

Barang siapa mengemudikan kendaraan tidak bermotor di jalan yang tidak memenuhi

persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 7 (tujuh) hari atau denda setinggi-tingginya Rp. 250.000,- (dua ratus

lima puluh ribu rupiah).

Pasal 59

(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor dan tidak dapat menunjukkan surat izin

mengemudi sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana

kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,- (dua juta

rupiah).

(2) Apabila pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak memiliki surat

izin mengemudi, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda

setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah).

Pasal 60

(1) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dalam keadaan tidak mampu

mengemudikan kendaraan dengan wajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)

huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya

Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

(2) Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor di jalan dan tidak mengutamakan

keselamatan pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.

1.000.000,- (satu juta rupiah).

Pasal 61

(1) Barang siapa melanggar ketentuan mengenai rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi

isyarat lalu lintas, gerakan lalu lintas, berhenti dan parkir, peringatan dengan bunyi dan

sinar, kecepatan maksimum atau minimum dan tata cara penggandengan dan penempelan

dengan kendaraan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d, dipidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.

1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Barang siapa tidak menggunakan sabuk keselamatan pada waktu mengemudikan

kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau tidak menggunakan helm pada waktu

mengemudikan kendaraan bermotor roda dua atau pada waktu mengemudikan kendaraan

bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf e, dipidana dengan pidana kurungan paling lama

1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(3) Barang siapa tidak memakai sabuk keselamatan pada waktu duduk di samping pengemudi

kendaraan bermotor roda empat atau lebih, atau tidak memakai helm pada waktu

menumpang kendaraan bermotor roda dua, atau menumpang kendaraan bermotor roda

empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 23 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau

denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Pasal 62

Barang siapa menggunakan jalan di luar fungsi sebagai jalan, atau menyelenggarakan kegiatan

dengan menggunakan jalan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (satu

juta rupiah).

Pasal 63

Barang siapa terlibat peristiwa kecelakaan lalu lintas pada waktu mengemudikan kendaraan

bermotor di jalan dan tidak menghentikan kendaraannya, tidak menolong orang yang menjadi

korban kecelakaan, dan tidak melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat polisi negara

Republik Indonesia terdekat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,-

(enam juta rupiah).

Pasal 64

Barang siapa tidak mengasuransikan kendaraan bermotor yang digunakan sebagai kendaraan

umum, baik terhadap kendaraan itu sendiri maupun terhadap kemungkinan kerugian yang akan

diderita oleh pihak ketiga sebagai akibat pengoperasian kendaraannya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda

setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Pasal 65

Barang siapa tidak mengasuransikan orang yang dipekerjakannya sebagai awak kendaraan

terhadap risiko terjadinya kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana dengan

pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga

juta rupiah).

Pasal 66

Barang siapa melakukan usaha angkutan wisata sebagaimana dimaksud Pasal 38, atau

melakukan usaha angkutan orang dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat

(2) tanpa izin, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda setinggitingginya

Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Pasal 67

Barang siapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang

batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1)

dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya

Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah).

Pasal 68

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58,

Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 67

adalah pelanggaran.

Pasal 69

Jika seseorang melakukan lagi pelanggaran yang sama dengan pelanggaran pertama sebelum

lewat jangka waktu satu tahun sejak tanggal putusan pengadilan atas pelanggaran pertama yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pidana yang dijatuhkan terhadap pelanggaran

yang kedua ditambah dengan sepertiga dari pidana kurungan pokoknya atau bila dikenakan

denda dapat ditambah dengan setengah dari pidana denda yang diancamkan untuk pelanggaran

yang bersangkutan.

Pasal 70

(1) Surat izin mengemudi dapat dicabut untuk paling lama 1 (satu) tahun, apabila dilakukan:

a. pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a dan huruf b,

Pasal 24 ayat (1) huruf a, pasal 27 ayat (1);

b. tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359, Pasal 360, Pasal

406, Pasal 408, Pasal 409, Pasal 410, dan pasal 492 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, dengan menggunakan kendaraan bermotor.

(2) Surat izin mengemudi dapat dicabut untuk paling lama 2 (dua) tahun dalam hal seseorang

melakukan lagi pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam jangka waktu 1

(satu) tahun sejak tanggal putusan Pengadilan atas pelanggaran terdahulu yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB XIV

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 71

Dengan Peraturan Pemerintah diatur lebih lanjut ketentuan-ketentuan mengenai:

1. kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

2. Penggunaan jalan untuk kelancaran:

a. pengantaran jenazah;

b. kendaraan pemadam kebakaran yang melaksanakan tugas ke tempat kebakaran;

c. kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara;

d. ambulans mengangkut orang sakit;

e. konvoi, pawai, kendaraan orang cacat,

f. kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut

barang-barang khusus.

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 72

Pada tanggal mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan Undangundang

Nomor 3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara

Tahun 1965 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742) dinyatakan tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undangundang

ini.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang Nomor 3 Tahun 1965

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 25,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2742) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 74

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1992.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 12 Mei 1992

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Mei 1992

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar